Diposting Oleh : BMQ AT-TARTIL BOJONEGORO
Selasa, 11 Februari 2014
Adab-Adab bagi Orang yang mengajarkan al-Quran
1.hal pertama yang mesti dilakukan oleh guru dan pembaca adalah mengharapkan keridhaan Allah swt. Allah berfirman:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah swt dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus dan supaya mereka mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-bayyinah : 5)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya amal-amal itu tergantung pada niatnya dan sessungguhnya setiap orang mendapat apa yang diniatkannya.” (Shahih Bukhari, no.1)
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu berkata: “Sesungguhnya manusia diberi ganjaran sesuai denganniatnya."
Imam Abu Qasim Al-Qusyairi rahimahullah berkata: “Ikhlas ialah taat kepada Allah saja dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah swt tanpa sesuatu tujuan lainnya, seperti berpura-pura kepada makhluk atau menunjukkan perbuatan baik kepad orang banyak atau mengharap kecintaan atau pujian dari manusia atau sesuatu makna selain mendekatkan diri kepada Allah. Jadi bisa dikatakan, ikhlas adalah membersihkan perbuatan dari perhatian makhluk.”
Imam Huzaifah Al-Mar’asyi rahimahullah: “Ikhlas ialah kesamaan antara perbuatan-perbuatan hamba secara lahir dan batinnya.”
Imam Dzunnun rahimahullah berkata: “Tiga pertanda ikhlas yaitu; sama saja tidak terpengaruh oleh pujian dan celaan orang banyak; lupa melihat di antara amal-amal; dan mengharapkan pahala amal-amalnya di akhirat.”
Imam Fudhai bin Iyadh rahimahullah berkata: “Meninggalkan amal untuk orang banyak adalah riya' dan beramal untuk orang banyak adalah syirik, sedangkan ikhlas adalah jika Allah membebaskanmu dari keduanya.”
Imam Sahal At-Tustari rahimahullah berkata: “Orang-orang cerdas mengetahui penafsiran sifat ikhlas, tapi mereka tidak mendapat selain ini, yaitu: gerak dan diamnya dalam keadaan sendiri ataupun dihadapan orang lain hanya bagi Allah semata-mata, tidak bercampur sesuatu apapun baik nafsu, keinginan ataupun kesenangan dunia.”
Imam As-Sari rahimahullah berkata: “Jangan lakukan sesuatu karena mengharap pujian orang banyak, jangan tinggalkan sesuatu karena mereka, jangan menutup sesuatu karena merekadan jangan membuka sesuatu karena mereka.”
Imam Al-Qusyairi rahimahullah berkata: “Kebenaran (shiddiq) yang paling utama adalah kesamaan antara dalam keadaan sunyi (sendiri) ataupun didalam keramaian.”
Imam Al-Harith Al-Muhasibi rahimahullah berkata: “Orang yang benar tidak peduli, meskipun dia keluar dari segala apa yang ditetapkan dalam hati makhluk terhadapnya untuk kebaikan hatinya. Dan dia tidak suka orang-orang mengetahui kebaikan perbuatannya sedikit pun dan tidak benci jika orang-orang mengetahui perbuatannya yang buruk karena kebenciannya atas hal itu adalah sebagai bukti bahwa dia menyukai tambahan dikalangan mereka, yang demikian itu termasuk akhlak orang-orang yang lurus.”
Sebagian ulama' berkata: “Jika engkau memohon kepada Allah swt dengan kebenaran, maka Allah swt memberimu cermin di mana engkau melihat segala sesuatu dari keajaiban dunia dan akhirat.”
2. Hendaknya orang yang mengajar al-qur'an tidak memiliki tujuan dengan ilmu yang dimilikinya untuk mencapai kesenangan dunia berupa harta atau ketenaran. Kedudukan, keunggulan atas orang-orang lain, pujiandari orang banyak atau ingin mendapatkan perhatian orang banyak dan hal-hal seperti itu. Hendaklah guru tidak mengharapkan dengan pengajarannya itu sesuatu yang dperlukan dari murid-muridnya, baik itu berupa pemberian harta atau pelayanan.
Allah berfirman:
مَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الْآخِرَةِ نَزِدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ وَمَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ نَصِيبٍ
“Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia, Kami berikan kepadanya sebagian daripada keuntungandunia dan tidak ada baginya suatu bagianpun di akhirat.” (QS Asy-Syuura 20).
Allah juga berfirman:
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ
“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki.” (QS Al-Israa’ : 18).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لَا يَتَعَلَّمُهُ إِلَّا لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا، لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa yang keridhaan Allah swt dari ilmu yang dipunyainya, sedangkan dia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapat kesenangan dunia, maka diapun tidak mencium bau syurga pada hari kiamat.” (Sunan Abu Dawud,no.3664)
Dan masih banyak lagi hadits-hadits seperti itu. Diriwayatkan dari Anas, Hudzaifah dan Ka’ab bin Malik radhiyallahu 'anhum, bahwa Rasulullah shallahu 'alaihi wasallam bersabda:
مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ، أَوْ لِيُبَاهِيَ بِهِ الْعُلَمَاءَ، أَوْ لِيَصْرِفَ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ، فَهُوَ فِي النَّارِ
“Barangsiapa menuntut ilmu sekedar untuk mencari kemenangan berdebat dengan orang-orang yang lemah (bodoh) atau membanggakan diri kepada para ulama atau memalingkan perhatian orang-orang kepadanya, maka biarlah dia mendapatkan tempat yang celaka di neraka.” (Sunan Ibnu Majah, no.253).
3. Hendaklah orang yang mengajarkan al-qur'an waspada agar tidak memaksakan orang untuk belajar kepadanya, hendaklah dia tidak membenci murid-muridnya yang belajar kepada orang lain selain dirinya. Ini musibah yang menimpa sebagian pengajar yang lemah dan itu bukti jelas dari pelakunya atas niatnya yang buruk dan batinnya yang rusak. Bahkan itu adalah hujah yang meyakinkan bahwa dia tidak menginginkan keridhaan Allah Yang Maha Pemurah dengan pengajarannya itu. Karena jika dia menginginkan keridhaan Allah dengan pengajarannya, tentulah dia tidak membenci hal itu, tetapi dia akan mengatakan kepada dirinya: “Aku menginginkan ketaatan dengan pengajarannya. Dengan belajar kepada orang lain dia ingin menambah ilmu, maka tidak ada yang salah dengan dirinya.”
Imam Ad-Daarimi rahimahullah meriwayatkan dari Ali bin Abu Thalib radhiyallahu 'anhu, beliau berkata: “Wahai orang-orang berilmu! Amalkanlah ilmumu karena orang alim itu ialah orang yang mengamalkan apa yang diketahuinya dan ilmunya sesuai dengan amalnya. Akan muncul orang-orang yang mempunyai ilmu dan tidak melampaui tenggorokan mereka dan perbuatan mereka bertentangan dengan ilmu mereka dan batin mereka bertentangan dengan dzahirnya. Mereka duduk di majelis-majelis dan sebagian mereka membanggakan diri kepada sebagian lainnya sampai ada orang yang marah kepada kawan duduknya karena belajar kepada orang lain dan dia meninggalkannya. Amal-amal yang mereka lakukan di majelis-majelis itu tidak akan sampai kepada Allah swt.”
Imam Asy-Syafi’i radhiyallahu 'anhu berkata: “Aku berharap kiranya orang-orang belajar ilmu ini (ilmu dan kitabkitab beliau) agar kiranya dia tidak menisbahkan kepadaku satu huruf pun kepadaku.”
4. Sudah semestinya orang yang mengajar al-qur'an memiliki akhlak yang baik sebagaimana ditetapkan syara', berkelakuan terpuji dan sifat-sifat baik yang diutamakan Allah, seperti zuhud terhadap keduniaan dan mengambil sedikit daripadanya, tidak mempedulikan dunia dan pecintanya, sifat pemurah dan dermawan serta budi pekerti mulia, wajah yang berseri-seri tanpa melampaui batas, penyantun, sabar, bersikap warak, khusyuk, tenang, berwibawa, rendah hati dan tunduk, menghindari tertawa dan tidak banyak bergurau. Dia mesti selalu mengerjakan amalan-amalan syar’iyah seperti membersihkan kotoran dan rambut yang disuruh menghilangkannya oleh syarak, seperti mencukur kumis dan kuku, menyisir jenggot, menghilangkan bau busuk dan menghindari pakaian-pakaian tercela. Hendaklah dia menjauhi sifat dengki, riya, sombong dan suka meremehkan orang lain, meskipun tingkatan orang itu di bawahnya.
Sudah sepatutnya dia mengamalkan hadits-hadits yang diriwayatkan berkenaan dengan tasbih, tahlil, dzikir-dzikir dan doa-doa lainnya. Dan hendaknya dia selalu memperhatikan Allah dalam kesunyian ataupun dalam kebanyakan, serta memelihara sikap itu dan hendaklah bersandar kepada Allah swt dalam semua urusannya.
5. Seorang pengajar sudah sepatutnya bersikap lemah-lembut kepada orang yang belajar kepadanya dan menyambutnya serta berbuat baik kepadanya sesuai dengan keadaannya.
Syekh Abu Harun Al-Abdi berkata:
كُنَّا نَأْتِي أَبَا سَعِيدٍ، فَيَقُولُ: مَرْحَبًا بِوَصِيَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِنَّ النَّاسَ لَكُمْ تَبَعٌ، وَإِنَّ رِجَالًا يَأْتُونَكُمْ مِنْ أَقْطَارِ الأَرَضِينَ يَتَفَقَّهُونَ فِي الدِّينِ، فَإِذَا أَتَوْكُمْ فَاسْتَوْصُوا بِهِمْ خَيْرًا
“Kami mendatangi Imam Abu Said Al-Khudri radhiyallahu 'anhu, kemudian beliau berkata: ‘Selamat datang dengan wasiat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, sesungguhnya Nabi telah bersabda: “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Orang-orang akan mengikuti kamu dan ada orang-orang yang datang kepada kamu dari berbagai penjuru bumi belajar ilmu agama. Jika mereka datang kepadamu, berwasiatlah kamu kepada mereka dengan baik.” (Sunan Turmudzi, no.2650 dan Ibnu Majah, no.249).
6. Seorang guru mesti memberikan nasihat bagi orang-orang yang belajar, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
الدِّينُ النَّصِيحَةُ لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ
“Agama itu nasihat, bagi Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin muslimin dan orang awam di antara mereka.” (Shahih Muslim, no.55)
Termasuk nasihat bagi Allah dan Kitab-Nya ialah memuliakan pembaca Al-Qur’an dan pelajarnya, membimbingnya kepada maslahatnya, bersikap lemah-lembut kepadanya dan membantunya untuk mempelajarinya sedapat mungkin serta membujuk hati pelajar disamping bersikap mudah ketika mengajarinya, bersikap lemah-lembut kepadanya dan mendorongnya untuk belajar.
Hendaklah dia mengingatkannya akan keutamaan hal itu untuk membangkitkan kegiatannya dan menambah kecintaanya, membuatnya zuhud terhadap kesenangan dunia dan menjauhkan darikecondongan serta mencegahnya agar tidak terpedaya olehnya. Seorang guru hendaklah mengingatkan dia akan keutamaan menyibukkan diri dengan mengkaji Al-Qur’an dan ilmu-ilmu syar’iyyah lainnya. Itu adalah jalan orang-orang yang teguh dan arif serta hamba-hamba Allah yang sholeh dan itu adalah derajat para nabi, mudah-mudahan sholawat dan salam Allah swt tetap atas mereka.
Hendaklah seorang guru menyayangi muridnya dan memperhatikan kemaslahatan-kemaslahatannya seperti perhatiannya terhadap maslahatmaslahat anak-anak dan dirinya sendiri.
Dan hendaklah murid itu diperlakukan seperti anaknya sendiri yang mesti disayangi dan diperhatikan akan kebaikannya, sabar menghadapi gangguan dan kelakuannya yang buruk. Dan memaafkan atas kelakuannya yang kurang baik dalam sutu waktu karena manusia cenderung berbuat kesalahan dan tidak sempurna, lebih-lebih lagi jikamereka masih kecil.
Sudah sepatutnya guru menyukai kebaikan baginya sebagai mana dia menyukai kebaikan bagi dirinya dan tidak menyukai kekurangan baginya secara mutlak sebagaiamana dia tidak menyukai bagi dirinya.
Terdapat riwayat didalam shahih bukhari dan shahih muslim, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ، حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Tidaklah sempurna iman seseorang dari kamu hingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.” (Shahih Bukhari, no.13 dan shahih Muslim, no.45)
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu berkata: “Orang yang termulia disampingku adalah teman dudukku yang melangkah melalui diantara manusia hingga dia duduk menghadapku. Seandainya aku sanggup mencegah lalat hinggap diwajahnya, niscaya aku melakukannya.”
Dalam riwayat lain, beliau berkata: “Sungguh lalat yang hinggap diatasnya menggangguku.”
7. Sudah sepatutnya guru tidak menyombongkan diri kepada para pelajar, tetapi bersikap lemah-lembut dan rendah hati terhadap mereka.
Telah banyak keterangan berkenaan dengan tawadhu' terhadap kebanyakan manusia. Maka bagaimana pula terhadap
anak didiknya yang seperti anak-anaknya disamping kesibukan mereka dengan Al-Qur’an dan hak pergaulannya pada mereka dan keseringan mereka datang kepadanya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
لِينُوا لِمَنْ تُعَلِّمُونَ وَلِمَنْ تَتَعَلَّمُونَ مِنْهُ
“Bersikaplah lemah-lembut kepada orang yang kamu ajari dan guru yang mengajari kamu.” (Mu'jam Ausath, no.6184).
Abu Ayyub As-Sakhtiyani rahimahullah berkata: “Hendaknya orang yang alim meletakkan tanah diatas kepalanya dengan tujuan merendah diri terhadap Allah Azza wa Jalla.”
8. Sudah sepatutnya pelajar dididik secara berangsur-angsur dengan adab-adab yang luhur dan perilaku yang baik serta dilatih untuk mengerjakan hal-hal yang terpuji.
Hendaklah guru membiasakan diri memelihara dari dalam semua urusan yang batin dan terang di samping mendorongnya dengan perkataan dan perbuatan yang berulangkali untuk menunjukkan keikhlasan dan berlaku benar serta memiliki niat yang baik serta memperhatikan Allah pada setiap saat.
Hendaklah guru memberitahu kepada pelajar bahwa dengan sebab itu terbukalah cahaya makrifat diatasnya, dadanya menjadi lapang, memancar dari hatinya sumber-sumber hikmah dan pengetahuan, Allah akan memberikan berkah pada ilmu dan perbuatannya dan memberikan petunjuk pada setiap perbuatan dan perkataannya.
** Dinukil dari kitab AT-TIBYAN FI ADABI HAMALATIL QUR'AN, karya Imam Nawawi.
** Dinukil dari kitab AT-TIBYAN FI ADABI HAMALATIL QUR'AN, karya Imam Nawawi.