Archive for Februari 2014
PROFIL KETUA BMQ AT - TARTIL KOORDINATOR BOJONEGORO
Nama Lengkap : PUJIONO,S.Pd.
Tempat Tanggal Lahir : Bojonegoro,09 Septenber 1967.
Alamat : Desa Genjor Kecamatan Sugihwaras
Kabupaten Bojonegoro.
IBU
1. SD Negeri Genjor tahun 1982
2. SMP Negeri Balen tahun 1985
3. SPG Negeri Bojonegoro tahun 1988
4. UNESA SurabayA tahun 2000
5. UN.TRI TUNGGAL Surabaya tahun 2011
1. Pesantren “ DARUL HUDA “ Sugihwaras
2. Pesantren “ DARUSSALAMAH “ Sukosewu
1. Guru MI Salafiyah Jumput,Sukosewu
2. Guru MTs Miftahul Ulum Sitiaji Sukosewu
3. Guru Madrasah Aliyah Al Mutamakin Sukosewu
4. Guru SMP Al Mutamakin Sukosewu
5. Guru MTs.Wali Songo Sugihwaras
6. Guru SDN Krondonan IV sampai sekarang
7. Kepala MADIN MIFTAHUL HUDA Genjor sampai Sekarang
8. Pengurus Ikatan Alumni Pesantern DARUL HUDA Sugihwaras
9. Ketua FKDT PAC Sugihwaras
10. Ketua IKSAN ( Ikatan Santri ) Sekecamatan Sugihwaras
11. Pengurus FKDT Kabupaten Bojoegoro.
12.Ketua team Peningkatan Mutu Diniyah Kabupaten Bojonegoro.
13Ketua BMQ AT - TARTIL KOORDINATOR BOJONEGORO
Tempat Tanggal Lahir : Bojonegoro,09 Septenber 1967.
Alamat : Desa Genjor Kecamatan Sugihwaras
Kabupaten Bojonegoro.
PROFIL KELUARGA KETUA FKDT
ORANG TUA KANDUNG
AYAH
BAPAK KANDUNG KETUA FKDT
IBU
IBU KANDUNG KETUA FKDT
MERTUA
ISTRI
ISTRI KETUA FKDT SUGIHWARAS
PUTRA PUTRI KETUA FKDT SUGIHWARAS
MUH NUR SYAIFUDIN ARJUNI
SITI MARYAM ISNAINI DAMAYANTI
PUTRI KETUA FKDT
MOHAMMAD MUHLAS SHOLAHUDIN
PUTRA KE III KETUA FKDT
~~~~~~~ &&&&&&&& ~~~~~~~~
RIWAYAT PENDIDIKAN FORMAL
KETUA FKDT
KETUA FKDT
1. SD Negeri Genjor tahun 1982
2. SMP Negeri Balen tahun 1985
3. SPG Negeri Bojonegoro tahun 1988
4. UNESA SurabayA tahun 2000
5. UN.TRI TUNGGAL Surabaya tahun 2011
RIWAYAT PENDIDIKAN NON FORMAL
1. Pesantren “ DARUL HUDA “ Sugihwaras
2. Pesantren “ DARUSSALAMAH “ Sukosewu
PENGALAMAN
2. Guru MTs Miftahul Ulum Sitiaji Sukosewu
3. Guru Madrasah Aliyah Al Mutamakin Sukosewu
4. Guru SMP Al Mutamakin Sukosewu
5. Guru MTs.Wali Songo Sugihwaras
6. Guru SDN Krondonan IV sampai sekarang
7. Kepala MADIN MIFTAHUL HUDA Genjor sampai Sekarang
8. Pengurus Ikatan Alumni Pesantern DARUL HUDA Sugihwaras
9. Ketua FKDT PAC Sugihwaras
10. Ketua IKSAN ( Ikatan Santri ) Sekecamatan Sugihwaras
11. Pengurus FKDT Kabupaten Bojoegoro.
12.Ketua team Peningkatan Mutu Diniyah Kabupaten Bojonegoro.
13Ketua BMQ AT - TARTIL KOORDINATOR BOJONEGORO
KARYA TULIS
Menulis Kitab Syi'ir Jawan
a. Akhlaq
b. Awamil
c. Tajwid
dTarih
dTarih
ADAB-ADAB MEMBACA AL-QUR’AN
1. Membersihkan mulut dengan memakai siwak atau dengan cara lainnya sebelum membaca al-qur’an.
Sebelum membaca al-qur’an disunahkan untuk bersiwak. Imam Ibnu Majah meriwayatkan dari sahabat Ali bin Abu Tholib radhiyallahu ‘anhu, beliau bersabda;
إِنَّ أَفْوَاهَكُمْ طُرُقٌ لِلْقُرْآنِ، فَطَيِّبُوهَا بِالسِّوَاكِ
“Sesungguhnya mulut-mulut kalian adalah jalan bagi Al Qur`an, maka harumkanlah dengan bersiwak.” (Sunan Ibnu Majah, no.291)
Bersiwak yang paling baik dikerjakan dengan memakai kayu arok, namun juga bisa dikerjakan dengan menggunakan benda-benda lain yang bias berfungsi seperti kayu arok, seperti kain yang kasar, sikat atau benda-benda lain.
2. Berwudlu sebelum membaca al-qur’an bagi orang yang berhadats kecil.
Orang yang berhadats kecil diperbolehkan membaca al-qur’an berdasarkan ijma’ (kesepakatan) ulama’. Sedangkan orang yang berhadats besar, seperti orang yang junub dan sedang haidh dilarang membaca al-qur’an, namun diperbolehkan membaca al-qur’an didalam hati saja, begitu juga diperbolehkan melihat mushaf al-qur’an dan membaca do’a dan dzikir bagi orang yang sedang berhadats besar.
Diantara dalil diperbolehkannya membaca al-qur’an bagi orang yang berhadats kecil adalah hadits yang diriwayatkan dari sahabat Ali bin Abu Tholib radhiyallahu ‘anhu, beliau bersabda;
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْتِي الْخَلَاءَ، فَيَقْضِي الْحَاجَةَ، ثُمَّ يَخْرُجُ، فَيَأْكُلُ مَعَنَا الْخُبْزَ، وَاللَّحْمَ، وَيَقْرَأُ الْقُرْآنَ، وَلَا يَحْجُبُهُ - وَرُبَّمَا قَالَ: لَا يَحْجُزُهُ - عَنِ الْقُرْآنِ شَيْءٌ، إِلَّا الْجَنَابَةُ
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam masuk ke dalam WC dan menyelesaikan hajatnya, kemudian beliau keluar lalu makan roti dan daging serta membaca Al Qur`an bersama kami, dan tidak ada yang menghalanginya, -dan mungkin saja ia mengatakan; - "tidak ada yang menghalanginya untuk membaca Al Qur`an selain junub.” (Sunan Ibnu Majah, no.594)
Meski begitu sebelum membaca al-qur’an disunahkan untuk berwudhu terlebih dahulu. Dalam satu hadits dijelaskan;
عَنِ الْمُهَاجِرِ بْنِ قُنْفُذٍ، أَنَّهُ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَبُولُ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ، فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ حَتَّى تَوَضَّأَ، ثُمَّ اعْتَذَرَ إِلَيْهِ فَقَالَ " إِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أَذْكُرَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا عَلَى طُهْرٍ أَوْ قَالَ: عَلَى طَهَارَةٍ
“Dari Al Muhajir bin Qunfudz Bahwasanya dia pernah menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ketika beliau sedang buang air kecil, lalu dia mengucapkan salam kepada Nabi, namun beliau tidak menjawab salamnya hingga berwudhu, kemudian beliau meminta maaf seraya bersabda: "Sesungguhnya aku tidak suka menyebut Nama Allah Ta'ala kecuali dalam keadaan suci.” (Sunan Abu Dawud, no.17)
3. Memilih tempat yang baik dan bersih untuk membaca al-qur’an.
Membaca al-qur’an hendaknya memilih tempat yang baik dan bersih, karena itulah para ulama’ menganjurkan untuk membaca al-qur’an dimasjid, alasannya sebab pada umumnya masjid itu bersih dan masjid adalah tempat yang dimuliakan, selain itu tujuannya untuk memperoleh pahala mengerjakan i’tikaf didalam masjid.
Allah berfirman:
فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ
“Di rumah-rumah Allah (masjid) yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang,” (Q.S. An-Nur : 36)
Syekh Wahabah Zuhaili dalam Tafsir Munir menjelaskan; ayat ini memberi petunjuk dan perintah untuk imaroh (meramaikan) masjid. Imaroh masjid secara fisik (hissiyah) dilakukan dengan cara membangun masjid, sedangkan imaroh non-fisik (maknawiyah) dilakukan dengan cara mengerjakan sholat, berdzikir, mengadakan pengajian dan membaca al-qur’an didalam masjid.
4. Duduk dengan tenang saat membaca al-qur’an
Membaca al-qur’an boleh dilakukan dalam posisi berdiri, duduk bahkan dengan berbaring. Allah berfirman;
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ () الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.” (Q.S. Ali Imron : 190-191)
Dalam satu hadits juga dijelaskan bahwa rasulullah pernah membaca qur’an sambil berbaring, sebagaimana diriwayatkan oleh sayyidah A’isyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata:
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَّكِئُ فِي حِجْرِي وَأَنَا حَائِضٌ، فَيَقْرَأُ الْقُرْآنَ
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersandar (dengan kepalanya) pada pangkuanku, sedangkan aku dalam keadaan sedang haid, lalu beliau membaca al-qur'an.” (Shahih Bukhari, no.297 dan Shahih Muslim, no.301)
Imam Nawawi dalam kitab “At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’an” menjelaskan; orang yang membaca al-qur’an hendaknya duduk dengan khusyu’, tenang, berwibawa, menundukkan kepalanya, dan duduk yang dilakukannya meskipun sendirian hendaknya seperti ketika ia duduk dihadapan gurunya. Cara seperti itu adalah yang paling sempurna, namun jika seseorang membaca qur’an sambil berdiri, berbaring atau yang lainnya maka hal tersebut diperbolehkan dan tetap mendapatkan pahala, hanya saja pahala yang didapatkan lebih sedikit disbanding yang pertama (cara yang paling sempurna).
5. Menghadap kiblat saat membaca al-qur’an
Membaca al-qur’an hendaknya dilakukan dengan menghadap ke kiblat. Imam Thobroni meriwayatkan satu hadits dari sahabat Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أَكْرَمُ الْمَجَالِسِ مَا اسْتُقْبِلَ بِهِ الْقِبْلَةُ
“Majlis yang paling mulia adalah majlis yang menghadap kiblat.” (Al-Mu’jam Al-Ausath, no.8361
Adab-Adab Bagi Orang Yang Membaca Al-Qur’an
1. Membaca Al Quran adalah perdagangan yang tidak pernah merugi
الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ (29) لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّهُ غَفُورٌ شَكُورٌ (30
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan salat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi”. “Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (QS. Fathir: 29-30).
2. Membaca Al Quran bagaimanapun akan mendatangkan kebaikan
عَنْ عَائِشَةَ رضى الله عنها قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْمَاهِرُ بِالْقُرْآنِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ وَالَّذِى يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَتَتَعْتَعُ فِيهِ وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ لَهُ أَجْرَانِ
“Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seorang yang lancar membaca Al Quran akan bersama para malaikat yang mulia dan senantiasa selalu taat kepada Allah, adapun yang membaca Al Quran dan terbata-bata di dalamnya dan sulit atasnya bacaan tersebut maka baginya dua pahala” (Shahih Muslim, no.798).
3. Pahala bacaan Al-Qur'an dihitung perhuruf
عَنْ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ، وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُولُ الم حَرْفٌ، وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ، وَلامٌ حَرْفٌ، وَمِيمٌ حَرْفٌ.
"Dari Abdullah ibn Mas’ud radhiyallahu 'anhu, beliau berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barang siapa yang membaca satu huruf dari al-Qur’an maka baginya satu kebaikan, dan kebaikan itu akan dilipatgandakan sepuluh kali. Aku tidak mengatakan bahwa ألم (alif laam mim) itu satu huruf, akan tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf." (Sunan Turmudzi, no.2927)
4. Seorang mu'min yang membaca al-qur'an bagai buah utrujjah
عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ مَثَلُ الْأُتْرُجَّةِ رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا طَيِّبٌ وَمَثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِي لَا يَقْرَأُ الْقُرْآنَ مَثَلُ التَّمْرَةِ لَا رِيحَ لَهَا وَطَعْمُهَا حُلْوٌ وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ مَثَلُ الرَّيْحَانَةِ رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِي لَا يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَمَثَلِ الْحَنْظَلَةِ لَيْسَ لَهَا رِيحٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ
"Dari Abu Musa Al Asy'ari, beliaua berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Perumpamaan orang mukmin yang membaca Al Qur`an adalah seperti buah Utrujah, baunya harum dan rasanya juga enak. Dan perumpamaan orang mukmin yang tidak membaca Al Qur`an adalah seperti buah kurma, baunya tidak semerbak, namun rasanya manis. Sedangkan perumpamaan orang munafik yang membaca Al Qur`an adalah laksana buah Raihanah yang baunya harum namun rasanya pahit. Dan perumpamaan orang munafik yang tidak membaca Al Qur`an adalah seperti buah Hanzhalah, baunya tidak wangi dan rasanya juga pahit." (Shahih Bukhari, no.4632 dan Shahih Bukhari, no.797).
5. Membaca Al Quran akan mendatangkan syafa’at
عَنْ أَبي أُمَامَةَ الْبَاهِلِىُّ رضى الله عنه قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لأَصْحَابِهِ
“Dari Abu Umamah Al Bahily radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bacalah Al Quran karena sesungguhnya dia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafa’at kepada orang yang membacanya” (Shahih Muslim, no.804).
Keutamaan-Keutamaan Membaca Al Qur’an
Semua adab bagi seorang pengajar (guru) yang telah dijelaskan sebelumnya juga merupakan adab bagi seorang pelajar. Selain itu ada beberapa adab tambahan bagi orang yang sedang belajar al-qur'an. Berikut ini penjelasannya;
1. Diantara adab seorang pelajar ialah menjauhkan dirinya dari hal-hal yang menyibukkan sehingga mengganggu perhatiannya untuk belajar, kecuali hal-hal yang mesti dilakukan kerana keperluan.
2. Hendaklah dia membersihkan hatinya dari kotoran-kotoran dosa supaya dapat menerima Al-Qur’an, manghafal dan memanfaatkannya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
1. Diantara adab seorang pelajar ialah menjauhkan dirinya dari hal-hal yang menyibukkan sehingga mengganggu perhatiannya untuk belajar, kecuali hal-hal yang mesti dilakukan kerana keperluan.
2. Hendaklah dia membersihkan hatinya dari kotoran-kotoran dosa supaya dapat menerima Al-Qur’an, manghafal dan memanfaatkannya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
أَلَا َإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
“Ketahuilah, sesungguhnya didalam tubuh manusia segumpal daging. Jika daging itu baik, maka seluruh tubuh menjadi baik. Jika daging itu rusak, maka seluruh tubuh menjadi rusak. Ingatlah, daging itu ialah hati.” (Shahih Bukhari, no.50 dan Shahih Muslim, no.1599).
Adab-Adab Bagi Orang Yang Belajar Al-Qur'an
PROFIL BMQ AT -TATIL
Muqoddimah :
Assalamu’alikum Wr. Wb
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah
kepada Allah SWT, dan semoga rahmat dan salam terlimpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, keluarga, sahabat-sahabat, dan para pewaris/Ahlul Qur’an
serta ummatnya. Dalam rangka mewujudkan pendidikan Al Qur’an yang ideal,
maka menjadi tanggung jawab dan kewajiban bagi kita semua umat Islam
untuk membangun, mengusahakan dan menata sebuah lembaga pendidikan yang
berkualitas dan berwawaskan Al Qur’an. Ahlussunnah Wal Jamaah merupakan
pilihan bijak dalam rangka membentuk kader-kader yang berwawaskan
keagamaan dan kebangsaan yang Qur’any,yang kuat dan sesuai dengan jiwa
dan semangat Pancasila dan UUD 1945. Berangkat dari cita-cita mulia dan
luhur itulah, maka BMQ At – Tartil ingin berkhitmad.
Membangun ummat islam mampu membaca Al-qur’an dengan Lisan. Akal dan Hati
Misi
- Mendidik, melatih guru-guru, para santri dan pecinta Al-Qur’an dalam membaca Al-qur’an yang tartil.
- Mendidik dan melatih guru-guru, para santri dan pecinta Al-qur’an dalam mengajarkan Al-qur’an dengan system yang benar ( metode Jibril )
- Mendidik dan melatih guru-guru, para santri dan pecinta Al-qur’an berkarya berdasarkan Al-qur’an.
Profil BMQ AT-TARTIL
Adab-Adab bagi Orang yang mengajarkan al-Quran
1.hal pertama yang mesti dilakukan oleh guru dan pembaca adalah mengharapkan keridhaan Allah swt. Allah berfirman:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah swt dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus dan supaya mereka mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-bayyinah : 5)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya amal-amal itu tergantung pada niatnya dan sessungguhnya setiap orang mendapat apa yang diniatkannya.” (Shahih Bukhari, no.1)
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu berkata: “Sesungguhnya manusia diberi ganjaran sesuai denganniatnya."
Imam Abu Qasim Al-Qusyairi rahimahullah berkata: “Ikhlas ialah taat kepada Allah saja dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah swt tanpa sesuatu tujuan lainnya, seperti berpura-pura kepada makhluk atau menunjukkan perbuatan baik kepad orang banyak atau mengharap kecintaan atau pujian dari manusia atau sesuatu makna selain mendekatkan diri kepada Allah. Jadi bisa dikatakan, ikhlas adalah membersihkan perbuatan dari perhatian makhluk.”
Imam Huzaifah Al-Mar’asyi rahimahullah: “Ikhlas ialah kesamaan antara perbuatan-perbuatan hamba secara lahir dan batinnya.”
Imam Dzunnun rahimahullah berkata: “Tiga pertanda ikhlas yaitu; sama saja tidak terpengaruh oleh pujian dan celaan orang banyak; lupa melihat di antara amal-amal; dan mengharapkan pahala amal-amalnya di akhirat.”
Imam Fudhai bin Iyadh rahimahullah berkata: “Meninggalkan amal untuk orang banyak adalah riya' dan beramal untuk orang banyak adalah syirik, sedangkan ikhlas adalah jika Allah membebaskanmu dari keduanya.”
Imam Sahal At-Tustari rahimahullah berkata: “Orang-orang cerdas mengetahui penafsiran sifat ikhlas, tapi mereka tidak mendapat selain ini, yaitu: gerak dan diamnya dalam keadaan sendiri ataupun dihadapan orang lain hanya bagi Allah semata-mata, tidak bercampur sesuatu apapun baik nafsu, keinginan ataupun kesenangan dunia.”
Imam As-Sari rahimahullah berkata: “Jangan lakukan sesuatu karena mengharap pujian orang banyak, jangan tinggalkan sesuatu karena mereka, jangan menutup sesuatu karena merekadan jangan membuka sesuatu karena mereka.”
Imam Al-Qusyairi rahimahullah berkata: “Kebenaran (shiddiq) yang paling utama adalah kesamaan antara dalam keadaan sunyi (sendiri) ataupun didalam keramaian.”
Imam Al-Harith Al-Muhasibi rahimahullah berkata: “Orang yang benar tidak peduli, meskipun dia keluar dari segala apa yang ditetapkan dalam hati makhluk terhadapnya untuk kebaikan hatinya. Dan dia tidak suka orang-orang mengetahui kebaikan perbuatannya sedikit pun dan tidak benci jika orang-orang mengetahui perbuatannya yang buruk karena kebenciannya atas hal itu adalah sebagai bukti bahwa dia menyukai tambahan dikalangan mereka, yang demikian itu termasuk akhlak orang-orang yang lurus.”
Sebagian ulama' berkata: “Jika engkau memohon kepada Allah swt dengan kebenaran, maka Allah swt memberimu cermin di mana engkau melihat segala sesuatu dari keajaiban dunia dan akhirat.”
2. Hendaknya orang yang mengajar al-qur'an tidak memiliki tujuan dengan ilmu yang dimilikinya untuk mencapai kesenangan dunia berupa harta atau ketenaran. Kedudukan, keunggulan atas orang-orang lain, pujiandari orang banyak atau ingin mendapatkan perhatian orang banyak dan hal-hal seperti itu. Hendaklah guru tidak mengharapkan dengan pengajarannya itu sesuatu yang dperlukan dari murid-muridnya, baik itu berupa pemberian harta atau pelayanan.
Allah berfirman:
مَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الْآخِرَةِ نَزِدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ وَمَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ نَصِيبٍ
“Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia, Kami berikan kepadanya sebagian daripada keuntungandunia dan tidak ada baginya suatu bagianpun di akhirat.” (QS Asy-Syuura 20).
Allah juga berfirman:
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ
“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki.” (QS Al-Israa’ : 18).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لَا يَتَعَلَّمُهُ إِلَّا لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا، لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa yang keridhaan Allah swt dari ilmu yang dipunyainya, sedangkan dia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapat kesenangan dunia, maka diapun tidak mencium bau syurga pada hari kiamat.” (Sunan Abu Dawud,no.3664)
Dan masih banyak lagi hadits-hadits seperti itu. Diriwayatkan dari Anas, Hudzaifah dan Ka’ab bin Malik radhiyallahu 'anhum, bahwa Rasulullah shallahu 'alaihi wasallam bersabda:
مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ، أَوْ لِيُبَاهِيَ بِهِ الْعُلَمَاءَ، أَوْ لِيَصْرِفَ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ، فَهُوَ فِي النَّارِ
“Barangsiapa menuntut ilmu sekedar untuk mencari kemenangan berdebat dengan orang-orang yang lemah (bodoh) atau membanggakan diri kepada para ulama atau memalingkan perhatian orang-orang kepadanya, maka biarlah dia mendapatkan tempat yang celaka di neraka.” (Sunan Ibnu Majah, no.253).
3. Hendaklah orang yang mengajarkan al-qur'an waspada agar tidak memaksakan orang untuk belajar kepadanya, hendaklah dia tidak membenci murid-muridnya yang belajar kepada orang lain selain dirinya. Ini musibah yang menimpa sebagian pengajar yang lemah dan itu bukti jelas dari pelakunya atas niatnya yang buruk dan batinnya yang rusak. Bahkan itu adalah hujah yang meyakinkan bahwa dia tidak menginginkan keridhaan Allah Yang Maha Pemurah dengan pengajarannya itu. Karena jika dia menginginkan keridhaan Allah dengan pengajarannya, tentulah dia tidak membenci hal itu, tetapi dia akan mengatakan kepada dirinya: “Aku menginginkan ketaatan dengan pengajarannya. Dengan belajar kepada orang lain dia ingin menambah ilmu, maka tidak ada yang salah dengan dirinya.”
Imam Ad-Daarimi rahimahullah meriwayatkan dari Ali bin Abu Thalib radhiyallahu 'anhu, beliau berkata: “Wahai orang-orang berilmu! Amalkanlah ilmumu karena orang alim itu ialah orang yang mengamalkan apa yang diketahuinya dan ilmunya sesuai dengan amalnya. Akan muncul orang-orang yang mempunyai ilmu dan tidak melampaui tenggorokan mereka dan perbuatan mereka bertentangan dengan ilmu mereka dan batin mereka bertentangan dengan dzahirnya. Mereka duduk di majelis-majelis dan sebagian mereka membanggakan diri kepada sebagian lainnya sampai ada orang yang marah kepada kawan duduknya karena belajar kepada orang lain dan dia meninggalkannya. Amal-amal yang mereka lakukan di majelis-majelis itu tidak akan sampai kepada Allah swt.”
Imam Asy-Syafi’i radhiyallahu 'anhu berkata: “Aku berharap kiranya orang-orang belajar ilmu ini (ilmu dan kitabkitab beliau) agar kiranya dia tidak menisbahkan kepadaku satu huruf pun kepadaku.”
4. Sudah semestinya orang yang mengajar al-qur'an memiliki akhlak yang baik sebagaimana ditetapkan syara', berkelakuan terpuji dan sifat-sifat baik yang diutamakan Allah, seperti zuhud terhadap keduniaan dan mengambil sedikit daripadanya, tidak mempedulikan dunia dan pecintanya, sifat pemurah dan dermawan serta budi pekerti mulia, wajah yang berseri-seri tanpa melampaui batas, penyantun, sabar, bersikap warak, khusyuk, tenang, berwibawa, rendah hati dan tunduk, menghindari tertawa dan tidak banyak bergurau. Dia mesti selalu mengerjakan amalan-amalan syar’iyah seperti membersihkan kotoran dan rambut yang disuruh menghilangkannya oleh syarak, seperti mencukur kumis dan kuku, menyisir jenggot, menghilangkan bau busuk dan menghindari pakaian-pakaian tercela. Hendaklah dia menjauhi sifat dengki, riya, sombong dan suka meremehkan orang lain, meskipun tingkatan orang itu di bawahnya.
Sudah sepatutnya dia mengamalkan hadits-hadits yang diriwayatkan berkenaan dengan tasbih, tahlil, dzikir-dzikir dan doa-doa lainnya. Dan hendaknya dia selalu memperhatikan Allah dalam kesunyian ataupun dalam kebanyakan, serta memelihara sikap itu dan hendaklah bersandar kepada Allah swt dalam semua urusannya.
5. Seorang pengajar sudah sepatutnya bersikap lemah-lembut kepada orang yang belajar kepadanya dan menyambutnya serta berbuat baik kepadanya sesuai dengan keadaannya.
Syekh Abu Harun Al-Abdi berkata:
كُنَّا نَأْتِي أَبَا سَعِيدٍ، فَيَقُولُ: مَرْحَبًا بِوَصِيَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِنَّ النَّاسَ لَكُمْ تَبَعٌ، وَإِنَّ رِجَالًا يَأْتُونَكُمْ مِنْ أَقْطَارِ الأَرَضِينَ يَتَفَقَّهُونَ فِي الدِّينِ، فَإِذَا أَتَوْكُمْ فَاسْتَوْصُوا بِهِمْ خَيْرًا
“Kami mendatangi Imam Abu Said Al-Khudri radhiyallahu 'anhu, kemudian beliau berkata: ‘Selamat datang dengan wasiat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, sesungguhnya Nabi telah bersabda: “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Orang-orang akan mengikuti kamu dan ada orang-orang yang datang kepada kamu dari berbagai penjuru bumi belajar ilmu agama. Jika mereka datang kepadamu, berwasiatlah kamu kepada mereka dengan baik.” (Sunan Turmudzi, no.2650 dan Ibnu Majah, no.249).
6. Seorang guru mesti memberikan nasihat bagi orang-orang yang belajar, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
الدِّينُ النَّصِيحَةُ لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ
“Agama itu nasihat, bagi Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin muslimin dan orang awam di antara mereka.” (Shahih Muslim, no.55)
Termasuk nasihat bagi Allah dan Kitab-Nya ialah memuliakan pembaca Al-Qur’an dan pelajarnya, membimbingnya kepada maslahatnya, bersikap lemah-lembut kepadanya dan membantunya untuk mempelajarinya sedapat mungkin serta membujuk hati pelajar disamping bersikap mudah ketika mengajarinya, bersikap lemah-lembut kepadanya dan mendorongnya untuk belajar.
Hendaklah dia mengingatkannya akan keutamaan hal itu untuk membangkitkan kegiatannya dan menambah kecintaanya, membuatnya zuhud terhadap kesenangan dunia dan menjauhkan darikecondongan serta mencegahnya agar tidak terpedaya olehnya. Seorang guru hendaklah mengingatkan dia akan keutamaan menyibukkan diri dengan mengkaji Al-Qur’an dan ilmu-ilmu syar’iyyah lainnya. Itu adalah jalan orang-orang yang teguh dan arif serta hamba-hamba Allah yang sholeh dan itu adalah derajat para nabi, mudah-mudahan sholawat dan salam Allah swt tetap atas mereka.
Hendaklah seorang guru menyayangi muridnya dan memperhatikan kemaslahatan-kemaslahatannya seperti perhatiannya terhadap maslahatmaslahat anak-anak dan dirinya sendiri.
Dan hendaklah murid itu diperlakukan seperti anaknya sendiri yang mesti disayangi dan diperhatikan akan kebaikannya, sabar menghadapi gangguan dan kelakuannya yang buruk. Dan memaafkan atas kelakuannya yang kurang baik dalam sutu waktu karena manusia cenderung berbuat kesalahan dan tidak sempurna, lebih-lebih lagi jikamereka masih kecil.
Sudah sepatutnya guru menyukai kebaikan baginya sebagai mana dia menyukai kebaikan bagi dirinya dan tidak menyukai kekurangan baginya secara mutlak sebagaiamana dia tidak menyukai bagi dirinya.
Terdapat riwayat didalam shahih bukhari dan shahih muslim, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ، حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Tidaklah sempurna iman seseorang dari kamu hingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.” (Shahih Bukhari, no.13 dan shahih Muslim, no.45)
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu berkata: “Orang yang termulia disampingku adalah teman dudukku yang melangkah melalui diantara manusia hingga dia duduk menghadapku. Seandainya aku sanggup mencegah lalat hinggap diwajahnya, niscaya aku melakukannya.”
Dalam riwayat lain, beliau berkata: “Sungguh lalat yang hinggap diatasnya menggangguku.”
7. Sudah sepatutnya guru tidak menyombongkan diri kepada para pelajar, tetapi bersikap lemah-lembut dan rendah hati terhadap mereka.
Telah banyak keterangan berkenaan dengan tawadhu' terhadap kebanyakan manusia. Maka bagaimana pula terhadap
anak didiknya yang seperti anak-anaknya disamping kesibukan mereka dengan Al-Qur’an dan hak pergaulannya pada mereka dan keseringan mereka datang kepadanya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
لِينُوا لِمَنْ تُعَلِّمُونَ وَلِمَنْ تَتَعَلَّمُونَ مِنْهُ
“Bersikaplah lemah-lembut kepada orang yang kamu ajari dan guru yang mengajari kamu.” (Mu'jam Ausath, no.6184).
Abu Ayyub As-Sakhtiyani rahimahullah berkata: “Hendaknya orang yang alim meletakkan tanah diatas kepalanya dengan tujuan merendah diri terhadap Allah Azza wa Jalla.”
8. Sudah sepatutnya pelajar dididik secara berangsur-angsur dengan adab-adab yang luhur dan perilaku yang baik serta dilatih untuk mengerjakan hal-hal yang terpuji.
Hendaklah guru membiasakan diri memelihara dari dalam semua urusan yang batin dan terang di samping mendorongnya dengan perkataan dan perbuatan yang berulangkali untuk menunjukkan keikhlasan dan berlaku benar serta memiliki niat yang baik serta memperhatikan Allah pada setiap saat.
Hendaklah guru memberitahu kepada pelajar bahwa dengan sebab itu terbukalah cahaya makrifat diatasnya, dadanya menjadi lapang, memancar dari hatinya sumber-sumber hikmah dan pengetahuan, Allah akan memberikan berkah pada ilmu dan perbuatannya dan memberikan petunjuk pada setiap perbuatan dan perkataannya.
** Dinukil dari kitab AT-TIBYAN FI ADABI HAMALATIL QUR'AN, karya Imam Nawawi.
** Dinukil dari kitab AT-TIBYAN FI ADABI HAMALATIL QUR'AN, karya Imam Nawawi.
Adab-Adab bagi Orang yang mengajarkan al-Quran
KEUTAMAN-KEUTAMAN BAGI ORANG YANG BELAJAR DAN MENGAJAR AL-QUR’AN
عَنْ عُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ القُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
“Dari Utsman radliallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Orang yang paling baik di antara kalian adalah seorang yang belajar Al Qur`an dan mengajarkannya." (Shahih Bukhari, no.5027).
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ، قَالَ: خَرَجَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ فِي الصُّفَّةِ، فَقَالَ: «أَيُّكُمْ يُحِبُّ أَنْ يَغْدُوَ كُلَّ يَوْمٍ إِلَى بُطْحَانَ، أَوْ إِلَى الْعَقِيقِ، فَيَأْتِيَ مِنْهُ بِنَاقَتَيْنِ كَوْمَاوَيْنِ فِي غَيْرِ إِثْمٍ، وَلَا قَطْعِ رَحِمٍ؟» ، فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ نُحِبُّ ذَلِكَ، قَالَ: أَفَلَا يَغْدُو أَحَدُكُمْ إِلَى الْمَسْجِدِ فَيَعْلَمُ، أَوْ يَقْرَأُ آيَتَيْنِ مِنْ كِتَابِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، خَيْرٌ لَهُ مِنْ نَاقَتَيْنِ، وَثَلَاثٌ خَيْرٌ لَهُ مِنْ ثَلَاثٍ، وَأَرْبَعٌ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَرْبَعٍ، وَمِنْ أَعْدَادِهِنَّ مِنَ الْإِبِلِ
“Dari Uqbah bin Amir ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam keluar sementara kami sedang berada di Shuffah (tempat berteduhnya para Fuqara dari kalangan muhajirin), kemudian beliau bertanya: "Siapakah di antara kalian yang suka pergi ke Buthhan atau ke Aqiq, lalu ia pulang dengan membawa dua ekor unta yang gemuk-gemuk dengan tanpa membawa dosa dan tidak pula memutuskan silaturahmi?" Maka kami pun menjawab, "Kami semua menyukai hal itu." beliau melanjutkan sabdanya: "Sungguh, salah seorang dari kalian pergi ke masjid lalu ia mempelajari atau membaca dua ayat dari kitabullah 'azza wajalla adalah lebih baik baginya daripada dua unta. Tiga (ayat) lebih baik dari tiga ekot unta, empat ayat lebih baik daripada empat ekor unta. Dan berapa pun jumlah unta." (Shahih Muslim, no.803).
عَنْ أَبِي ذَرٍّ، قَالَ: قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا أَبَا ذَرٍّ، لَأَنْ تَغْدُوَ فَتَعَلَّمَ آيَةً مِنْ كِتَابِ اللَّهِ، خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ تُصَلِّيَ مِائَةَ رَكْعَةٍ، وَلَأَنْ تَغْدُوَ فَتَعَلَّمَ بَابًا مِنَ الْعِلْمِ، عُمِلَ بِهِ أَوْ لَمْ يُعْمَلْ، خَيْرٌ مِنْ أَنْ تُصَلِّيَ أَلْفَ رَكْعَةٍ
“Dari Abu Dzar ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadaku: "Hai Abu Dzar, engkau berpagi-pagi untuk mempelajari satu ayat dari kitab Allah lebih baik bagimu dari pada engkau shalat sebanyak seratus raka'at. Dan engkau berpagi-pagi untuk mempelajari satu bab ilmu kemudian diamalkan ataupun tidak diamalkan, adalah lebih baik bagimu dari pada engkau shalat sebanyak seribu raka'at." (Sunan Ibnu Majah, no.219).